Baca Juga: Viral di Sintang! Dua Remaja Lempari Patung Yesus, Klarifikasi: Hanya Ingin Usir Ular
“Kalo 2020 kita itu dapatnya gede, itu ada dapat 500an juta cuman dipotong tinggal 100 lebih. Mulai covid sampai sekarang kita hanya dikasih 15 juta. 15 juta itu kalo kita follow up ke satu lokasi itu tidak cukup pak, karena kami turun ga sendiri pak biasanya dibagi 2 tim yaitu tim sekretariat dan tim penetapan di Kabupaten,” ungkap Iqbal.
Perlu Adanya Kolaborasi Antara Pemerintah dan Lembaga Non Pemerintah
Materi selanjutnya yang diberikan oleh Deny Rahardia dari BRWA menjelaskan tentang Kolaborasi Multi Pihak Pengakuan, Perlindungan Masyarakat Adat dan Penetapan Hutan Adat.

Selanjutnya, Deny juga menjelaskan bahwa BRWA merupakan satu lembaga yang didirikan oleh 5 lembaga nasional lainnya yaitu Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), dan Sawit Watch (SW).
Baca Juga: Generasi Emas 2045 Terancam Perang Candu? LAN Sintang Ajak Pelajar Perangi Narkoba
“Nah kita namanya Badan Registrasi Wilayah mirip dengan nama badan di pemerintah karena memang cita-citanya suatu saat ada lembaga yang memang punya tugas untuk mendaftarkan Wilayah Adat,” terangnya pada Kamis, (20/3/25).
Deny juga mengatakan untuk mengatasi masalah penetapan ini harus adanya kolaborasi antara pemerintah dengan lembaga non pemerintah atau NGO/ORMAS.
“Kolaborasi diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam penetapan Masyarakat Adat dan Hutan Adat, dan kolaborasi saat ini telah terbuka dan sebentar lagi akan segera dibuat satgas Hutan Adat,” ungkapnya sembari mengakhiri presentasinya. (vk)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id