Peneliti bidang Hukum di Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Saleh, juga menyatakan bahwa usulan ini melenceng dari inti bisnis perguruan tinggi yang seharusnya berfokus pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ia menilai pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi tidak sejalan dengan program utama institusi pendidikan tersebut.
“Perguruan tinggi itu kalaupun akan mengembangkan unit usaha, itu harus inline (sejalan) dengan program utama mereka,” kata Saleh.
Kritik lain juga diarahkan pada proses perumusan RUU yang dianggap kurang melibatkan partisipasi publik dan pemangku kepentingan di sektor minerba. Saleh membandingkan situasi ini dengan penunjukan ormas keagamaan sebagai penerima izin konsesi tambang yang juga sempat menjadi kontroversi.
“Sejak awal, tidak ada diskusi pengembangan entitas penerima pertambangan,” tegasnya.
Meski usulan ini masih dalam tahap pembahasan, kritik mengenai relevansi dan partisipasi publik menjadi sorotan utama. Selain itu, pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi dikhawatirkan dapat menyimpang dari misi utama institusi pendidikan dan menimbulkan tantangan baru dalam tata kelola sektor minerba di Indonesia.