Vaksinasi Masih Jadi Tantangan Besar
Selain kebijakan impor yang dipermasalahkan, Rochadi juga menyoroti lemahnya pengawasan vaksinasi bagi sapi impor. Menurutnya, vaksinasi harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan, termasuk terhadap anak sapi hasil pembiakan dari sapi impor.
Namun, tantangan besar muncul karena mayoritas peternakan di Indonesia masih bersifat tradisional dan belum memiliki sistem vaksinasi yang memadai. Akibatnya, virus PMK dapat terus bermutasi dan menyebar dengan cepat.
“Kalau tidak ada vaksinasi yang berkelanjutan, virus akan terus berkembang dan sulit diberantas. Inilah yang membuat kita semakin sulit bebas dari PMK,” tambah Rochadi.
Wabah PMK kali ini telah berdampak signifikan terhadap industri peternakan, terutama bagi peternak kecil yang menggantungkan hidupnya dari usaha ternak sapi. Di Kabupaten Tasikmalaya, misalnya, dari total 45 ribu ekor sapi, tercatat 470 ekor telah terjangkit PMK, dengan 36 ekor di antaranya mati.
Sejumlah pasar hewan juga terpaksa ditutup sementara untuk mencegah penyebaran virus. Kondisi ini memperparah kesulitan ekonomi peternak yang sudah terdampak kenaikan harga pakan dan penurunan permintaan pasar.
Sementara itu, pemerintah menyatakan akan terus melakukan langkah-langkah pencegahan melalui vaksinasi massal dan pengawasan ketat di daerah terdampak. Namun, peternak tetap berharap adanya kebijakan yang lebih berpihak kepada mereka, termasuk evaluasi terhadap kebijakan impor sapi yang dinilai merugikan industri peternakan dalam negeri.
“Kalau pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas, peternak akan semakin kesulitan. Jangan sampai kebijakan yang seharusnya menguntungkan malah jadi bencana bagi peternak lokal,” pungkas Rochadi.