Bagi pekerja bukan penerima upah (PBPU) serta peserta bukan pekerja, iuran BPJS Kesehatan masih terbagi sesuai kelas layanan yang tersedia. Untuk kelas 3, peserta membayar Rp35.000 per bulan, dengan tambahan subsidi pemerintah sebesar Rp7.000, sehingga totalnya tetap Rp42.000. Peserta kelas 2 dikenakan iuran Rp100.000 per bulan, sementara kelas 1 masih berlaku dengan tarif Rp150.000 per bulan.
Perubahan ke sistem KRIS bertujuan untuk meningkatkan standar layanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan di seluruh Indonesia. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, menegaskan bahwa kebijakan ini memastikan seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan memenuhi 12 standar pelayanan kesehatan. Perubahan yang akan dirasakan pasien antara lain jumlah tempat tidur dalam satu ruang rawat inap yang sebelumnya bisa mencapai 12 tempat tidur akan dikurangi menjadi empat tempat tidur. Selain itu, seluruh ruangan wajib memiliki kamar mandi dalam, sistem ventilasi dan pencahayaan yang lebih baik, serta pemisahan pasien laki-laki dan perempuan.
Melki juga menekankan bahwa sistem KRIS hanya mengatur standar fasilitas rawat inap, bukan sistem pengobatan. Dengan adanya perubahan ini, pemerintah berharap agar pelayanan kesehatan semakin merata dan berkualitas, terutama bagi peserta kelas tiga yang selama ini mengalami keterbatasan fasilitas. Kebijakan ini pun memunculkan berbagai pertanyaan, terutama terkait kesiapan rumah sakit dalam menerapkan standar baru dan kemungkinan perubahan iuran BPJS Kesehatan setelah sistem KRIS diterapkan penuh pada 30 Juni 2025. Bagaimana nasib peserta BPJS setelah sistem kelas lama dihapus? Apakah perubahan ini akan memberikan manfaat yang signifikan atau justru menambah beban baru bagi masyarakat?