Tanggulangi HIV/AIDS, Perlu Intervensi Laki-laki Pembeli Seks

Lusiani, dari Dinas Kesehatan DI Yogyakarta kepada VOA mengakui intervensi terhadap laki-laki pembeli seks memang belum dilakukan.“Kalau pembelinya kan kita tidak tahu siapa saja. Nah, jadi kita fokusnya ke tempat pembeliannya, di situ nanti disediakan kondom. Kita ada penjangkau. Jadi misalnya di komunitas wanita pekerja seks di Bong Suwung, di Pasar Kembang, di Parangkusumo, itu ada. Ada semacam paguyubannya, kita masuknya lewat situ,” kata Lusi.

Anak Penderita HIV/AIDS Hadapi Beban Berat di Tengah Pandemi Covid-19
Di Yogyakarta sendiri tidak terdapat lokalisasi resmi. Bong Suwung, Pasar Kembang, dan Parangkusumo, yang disebut Lusi, adalah sejumlah tempat yang secara umum diketahui menjadi lokasi berkumpulnya WPS. Untuk memantau kondisi kesehatan, WPS didorong membentuk paguyuban. Melalui paguyuban inilah, kampanye aman berhubungan seks dilakukan. Lusi menyebut, berdasar pertemuan terakhir dengan pengurus paguyuban, Dinas Kesehatan Yogyakarta meyakini upaya itu tetap dijalankan.

“Di sana ada paguyuban, kita sediakan stok kondom. Sehingga laki-laki pembeli seks yang di situ, wajib pakai, kalau enggak mau enggak dilayani. Kemarin, sewaktu kita wawancara dengan ketua paguyuban, mereka tetap mewajibkan hal itu,” kata Lusi meyakinkan.

Selain itu, paguyuban juga memudahkan pelaksanaan tes VCT bagi WPS, sehingga diharapkan status mereka terkait HIV lebih terkontrol.Justru yang sulit untuk dipantau, adalah WPS mandiri yang menjual seks melalui pola daring, terutama aplikasi kencan. Siapa pelaku dan lokasi jual belinya juga tidak dapat dipantau dengan baik. Untuk itulah, dinas hanya bisa menyarankan agar mereka yang membeli seks dalam pola semacam ini, melakukan pencegahan secara mandiri.

“Karena kita belum bisa menjangkau yang seperti itu,” kata Lusi beralasan.Apakah membeli seks kepada WPS secara daring lebih berisiko? Ditanya demikian, Lusi mengatakan bahwa penentunya ada di pembeli.

“Kalau yang melakukan eksekusi tidak memahami informasi pencegahan dan penanggulangan HIV, bisa dikatakan lebih berisiko. Informasi itu penting. Kalau di situ, dia harus yakin bahwa itu aman,” tambahnya.

Dinas Kesehatan Yogyakarta memperkirakan ada 9.255 kasus HIV/AIDS hingga Juni 2022. Dari jumlah estimasi itu, telah ditemukan kasus HIV sebanyak 6.214 dan AIDS 1.966 kasus. Dari dua kategori itu mayoritas adalah laki-laki, yaitu 5.560 kasus. Sedangkan menurut pekerjaan yang diketahui, tertinggi adalah wiraswasta, diikuti ibu rumah tangga, profesional non-medis, dan mahasiswa atau siswa.

Selain upaya standar, seperti penghapusan stigma, peningkatan kapasitas pekerja medis, dan membangun kesadaran, Pemda Yogyakarta juga membuka layanan tambahan jam kerja di Puskesmas. Layanan ini dikhususnya untuk mereka yang ingin memeriksakan diri dalam kaitan HIV/AIDS, dan membutuhkan kenyamanan agar tidak bertemu pasien lain.(rfk/voa)

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id

advertisements