Mantan Koruptor Boleh Nyaleg, Wujud Buruknya Kaderisasi Parpol

Nurul menekankan membiarkan mantan koruptor maju dalam pemilihan umum membuka kerentanan baru mengenai kepemimpinan yang tidak etis. Dia mencontohkan dari 81 mantan koruptor yang maju di Pemilihan Umum 2019, ada delapan orang yang terpilih. Bisa jadi, tambahnya, pemilih yang mencoblos delapan mantan koruptor itu tidak mengetahui bahwa mereka pernah terlibat rasuah.

Oleh karena itu Perludem merekomendasikan tiga hal, yakni pertama, KPU mengeluarkan aturan yang mewajibkan jeda lima tahun bagi mantan narapidana kasus korupsi yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Kedua, KPU, stasiun televisi, media massa dan media sosial memberitahu pemilih nama-nama mantan koruptor yang menjadi calon anggota legislatif. Dan ketiga, KPU memasang nama dan foto calon anggota legislatif mantan koruptor di setiap tempat pemungutan suara (TPS), beserta informasi mengenai bentuk korupsi yang dilakukan.

Politisi PKB : Tak Jarang Partai Dihadapkan pada Pilihan Sulit

Menanggapi hal itu, politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa Maman Imanulhaq menjelaskan kaderisasi di partai politik sebenarnya berjalan, hanya saja dengan melihat pertarungan partai politik saat ini yang membutuhkan sosok yang dikenal masyarakat dan memiliki logistik yang besar maka tak jarang partai politik dihadapkan oleh pilihan yang sulit.

“Misalnya apakah kita mengajukan orang yang relatif baru atau orang yang lama, tetapi ketokohannya masih diakui dengan masyarakat. Nah itu yang membuat dilema beberapa partai sehingga dia mencalonkan sosok tokohnya walaupun dia dulu mantan napi koruptor,” ungkap Maman Imanulhaq.

Menurut Maman, salah satu indikasi kesuksesan sebuah partai adalah berapa kursi yang didapatkan dalam pemilu. Dan tak jarang kursi itu didapatkan dari orang yang masih memiliki ketokohan.Untuk itu, kata Maman, perlu adanya edukasi kepada masyarakat agar memilih pemimpin yang memiliki integritas dan tidak mempunyai masa lalu yang menghancurkan demokrasi seperti koruptor.

MA Batalkan Aturan KPU yang Melarang Mantan Napi Korupsi Nyaleg

Menjelang Pemilihan Umum 2019, KPU pernah membuat aturan yang melarang mantan narapidana kasus korupsi mendaftar menjadi calon anggota DPR, DPRD, dan DPD. Namun, setelah digugat Mahkamah Agung membatalkan aturan KPU tersebut.

Mahkamah Agung ketika itu menyatakan aturan KPU yang melarang mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif berlawanan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Mahkamah Agung adalah larangan tersebut melanggar hak asasi manusia, terutama hak politik warga negara untuk memilih dan dipilih.

Alhasil, pada Pemilihan Umum 2019 setidaknya terdapat 49 mantan napidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif. Dari jumlah ini, 40 orang menjadi calon anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan sembilan orang lainnya menjadi calon anggota DPD.(rfk/voa)